Uncategorized

Sepi

Salah satu hal yang paling mengganggu di sini setelah tinggal sekian lama, adalah rasa kesepian. Aneh memang, dengan suami dan 2 anak, kadang-kadang hal itu terasa. Dulu, dari sejak sekolah, kuliah, hingga saat bekerja, hal itu ga pernah begitu terasa. Waktu sekolah dan kuliah, ada teman-teman dekat yang setiap hari berdiam di sekitar. Saat kerja, ada teman-teman baik di kantor yang dengan mereka bisa mengobrol setiap saat, paling tidak saat makan siang. Saat ada masalah, tinggal curhat, apapun itu.

Hal ini lebih-lebih terasa setelah pulang liburan ini. Aku kembali pada kebiasaan mengecek handphone. Walaupun facebook sudah di-uninstall, ternyata tetap ada dorongan untuk melihat, mengecek apakah ada sesuatu dari seseorang di gawai itu. Hati merindukan suatu hubungan, pertalian dengan seseorang yang akrab, jauh maupun dekat. Saat liburan di rumah dulu, orang di mana, hp di mana. ga digubris kadang-kadang.

Mungkin ini mengapa, hal yang paling menyentuh dan terasa akrab saat pulang kemarin (kecuali keluarga tentu saja), adalah saat ada orang-orang asing yang giat mengkepo dan membantu kita di mana saja. Pernah waktu di jakarta, saat baru pulang dan sedang mau ke bank mengurus pencairan BPJS, pas baru turun dari ojek dan mau melangkah ke tempat fotokopi, baru ingat kalau KTP tertinggal di kantor, tempat tujuan sebelumnya. KTP kuserahkan ke satpam untuk mendapatkan tanda kunjungan, dan sialnya lupa kuambil kembali gara-gara buru-buru mau ke bank. Setengah perjalanan ke tempat fotokopi, aku putar balik mau kembali mencari ojek. Eh dilalah, bapak-bapak parkir menegur, “Katanya mau fotokopi mba?”

“Iya, KTP ketinggalan pak.” jawabku

Bapaknya malah geleng-geleng, mengisyaratkan ketidaksetujuan akan kecerobohanku. Kejadian ini biasanya bikin aku sebel, tapi entah kenapa, kali ini terasa akrab. Inilah rumah, pikirku, saat orang-orang berani kepo pada siapa aja, karena sok deket sok akrab. šŸ™‚

Juga saat kami naik busway dan angkot, orang-orang asing di sebelah dengan sukarela menawarkan bantuan informasi dan panduan, bahkan saat kita tidak bertanya. Cukup berdiskusi saja dengan teman sendiri, dan akan ada bantuan dari orang-orang sebelah kita. Lagi-lagi hal yang kurasa menyenangkan, hal yang kupikir tidak ada di sini.

Eh tapi, saat pulang kemarin, ada kejadianĀ  mengejutkan lo. Saat kembali ke rumah, secara mengejutkan, rumput di halaman cukup terkendali, tempat sampah bersih dan kosong. Padahal kami lupa meminta teman untuk mengeluarkan tempat sampah ke jalan agar bisa dikosongkan. Di sini, seminggu sekali ada mobil pengangkut sampah yang beredar, membuang isi tempat sampah, tapi semua denganĀ  mesin, jadi kita harus mengeluarkan tempat sampah ke tepi jalan di hari sesuai jadwal. Mana di sini ada 3 macam tempat sampah, sampah umum, sampah organik, dan sampah daur ulang. sampah umum dan organik hanya diangkut 2 minggu sekali. Nah, kami baru ingat meminta tolong teman mengeluarkan sampah di minggu terakhir sebelum pulang. Tapi kata teman, tempat sampah yang organik sudah kosong. Ternyata, tetangga sebelah selama ini membantu mengeluarkan sampah dan juga memotong rumput di halaman. Mereka juga merapikan surat-surat di kotak pos, agar tidak kelihatan bahwa rumah sedang tidak berpenghuni. Luar biasa. Sungguh, aku sangat takjub, padahal selama ini tidak yang terlalu dekat banget. Memang, waktu mereka tinggal keluar negeri beberapa bulan, mereka ada titip rumah, tapi kami ga ngapa-ngapain, hehe.

Lalu kemarin di pesawat dari Auckland ke Christchurch, ketemu sama orang buleĀ  yang baik banget, dan andry cukup mengobrol banyak. Orang ini menghapus stereotipku tentang orang bule yang cuek dan individualist.

Ini kok jadi ngelantur ya. Aku hanya mau bilang, kayaknya rasa kesepian itu bukan karena tempat, atau orang-orangnya. Di mana-mana, ada saja orang yang baik dan peduli, dan di Indonesia, tentu saja ada orang yang cuek dan ga mau tahu sekitar. Mungkin kalau naik bus di sini, dan kami kebingungan dan bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, ada juga orang yang bantuin ya.

Hanya saja di sini, ada hal-hal yang begitu berbeda. Misalnya dalam mengobrol sajaa, aku kok sampai sekarang masih ga bisa mengobrol dengan santai sama beberapa rekan kerja. Kalau mereka becanda, bagi aku tuh ga lucu aja. Akrabnya paling sama temanku yang orang vietnam, yang kalau mengobrol masih bisa nyambung.

Selain itu, mungkin waktu juga yang membatasi. Kalau mau berteman, bisa saja mungkin pergi ngopi-ngopi sama teman, tapi yah kembali, waktu ga banyak di sini. Ngurus rumah aja kadang udah keteteran. Makanya pelariannya kadang ke handphone.

yah begitulah, tapi harus fokus menyelesaikan sekolah ah…sosialita bisa menunggu nanti..

 

 

 

 

 

 

Leave a comment