Semua ini berawal di suatu siang di tahun 2015, kapan tepatnya, aku sudah tidak begitu ingat. Masa-masa itu, waktu makan siang di kantor adalah salah satu momen yang ditunggu-tunggu setiap harinya. Kebanyakan waktu, makan siang adalah bersama Anggit, walau kadang-kadang ramai-ramai juga bersama teman yang lain. Pilihan makan siang pun sebenarnya itu-itu saja di sekitar kantor, masakan padang karunia jaya di seberang kantor, atau Sederhana jika sedang ingin bermewah-mewah sedikit, atau pecel bawal/ayam di trotoar jalan di atas selokan, atau soto ary di kramat 6, atau warung rumahan pinggir jalan juga di kramat 5, atau kantin sekolahan di kramat 7. Rasa-rasanya, itulah pilihan paling sering, walau kadang-kadang diselingi tongseng atau sate, atau gado-gado. Ditambah kadang-kadang dengan dessert berupa es podeng atau rujak, atau es cendol. Masa-masa makan siang ini adalah waktunya mengobrol yang menyenangkan, ngobrol dari hati ke hati, cerita macam-macam. It’s highlight of the day.
Di masa-masa makan siang inilah, mimpi-mimpi masa depan terajut, lalu mewujud menjadi tekad, dan kemudian rencana. Bulan Maret 2015, aku mulai berburu segala perlengkapan melamar beasiswa, yang sebenarnya lumayan berat kalo dipikir-pikir: surat referensi, dan ielts, dan kemudian berburu supervisor. Aku tidak terlampau dekat dengan dosen-dosen masa kuliah. Hanya ada beberapa, dan akhirnya dengan menebal-nebalkan muka, akhirnya berhasil mendapatkan dua surat referensi, satu dari dosen S1 dan satu dari dosen S2. Kalau dipikir-pikir lagi, berat dan serius sekali perjuangan kala itu. Dijalankan dengan tekad baja, dan itu tadi, muka tebal :). Mengirim email-email ke orang-orang tak dikenal, menjual diri dan berusaha terlihat pintar. Singkat cerita, di akhir bulan Juli 2015, surat acceptance dan scholarship PhD tiba-tiba sudah di tangan. Ok..tidak tiba-tiba juga sih, tapi terasa sangat cepat.
Setahun kemudian, akhir Juli 2016, kami mendarat di Christchurch, di tengah musim dingin. Iya, dari konfirmasi mendapatkan beasiswa sampai benar-benar memulai itu, jedanya 1 tahun, karena waktu itu Prof. supervisorku membebaskan untuk mau memulai kapan saja. Biar masa persiapannya ga mepet, aku memilih satu tahun kemudian, haha..pas selesai masa sekolah, biar Andry juga keluar kerjanya enak. Kami mendarat tanggal 27 July 2016, di tengah malam, di tengah musim dingin. Untung minggu itu tidak terlampau dingin, suhu sekitar 10° malam itu. Kami dengan baik dijemput oleh Martin (spv ku) dan Karen, istrinya, dan menginap di rumah mereka malam itu. Dan besoknya hingga 2 minggu setelahnya, kami tinggal di airbnb, sambil mencari rumah.
Masa-masa awal PhD merupakan masa-masa yang berat. Perjuangan mencari rumah, perjuangan mencari kerja, perjuangan anak-anak memulai kindy dan sekolah, perjuangan memahami bahasa inggris Kiwi yang super susah, dan perjuangan menyesuaikan diri secara umum.
Tahun pertama PhD terasa relatif tidak begitu susah, walaupun setiap hari semakin menyadari bahwa diri ini sebenarnya bodoh. Semakin banyak dikerjakan, semakin banyak rasanya hal yang tidak kutahu. Tahun pertama ini, ada 2 project yang kukerjakan, yang akhirnya terus berjalan dan berkembang hingga tahun terakhir, karena tidak ada hasil yang konklusif. Tapi di luar itu, penyesuaian diri di tempat kerja (dalam hal ini kampus), yang sungguh terasa agak sulit. Perpindahan dari tempat kerja yang sudah seperti rumah kedua, yang sudah kenal hampir semua orang, ke tempat baru, yang tidak kenal siapa-siapa, ditambah sifat yang agak-agak introvert dan anti-sosial :), jadinya memang cukup mengguncang kesehatan jiwa, haha.
Tahun kedua dan awal tahun ketiga, adalah masa-masa yang lebih galau lagi, 2 project awal tadi ditambah satu project tambahan yang kukerjakan, semua tampak tidak jelas hasilnya. Hasil negatif, tidak akurat, tidak konklusif, pusing pokoknya. Aku masih ingat, memasuki awal tahun 2018, aku sangat senewen dan tidak tenang. Memasuki tahun baru 2018 dengan penuh ketakutan dan keresahan. Bahkan, saat pulang liburan awal 2018, rasanya sangat berat untuk balik ke christchurch, karena semua ketidakjelasan project ku tadi.
Akhir tahun 2018, aku mulai mengerjakan proyek terakhir, yang awalnya juga kumulai dengan ragu, takut kalau hasilnya akan tidak jelas lagi. Tapi entah bagaimana, di penghujung tahun dan awal 2019, hasil tampaknya cukup menjanjikan. Project yang pertama kukerjakan juga akhirnya menampakkan tanda-tanda sedikit menggembirakan. Awal tahun 2019, dua paper pre-print dari dua project ini (pertama dan terakhir) pun selesai, yang kemudian terbit, serta pula menghasilkan undangan presentasi di London. kerangka hampir lengkap dari dua project ini pun sudah dalam bentuk bab thesis. Selama kurun waktu ini, aku juga sudah menyusun bab 2, materials and methods.
Setelah dua publikasi ini, pengerjaan sisa dua project lainnya pun menjadi lebih tenang dan santai. Struktur thesis pun mulai terbentuk. Merasa agak santai, aku sempat menghabiskan kira-kira dua bulan mengerjakan side job untuk salah seorang post-doc di tempatku, haha. Walau kemudian aku mundur karena merasa tidak sanggup menyeimbangkan waktu dengan menulis thesis. Paruh tahun kedua 2019, aku pun intens menulis, menyelesaikan dua bab terakhir, dan kemudian menulis bab introduction, merapikan bab method, dan kemudian bab terakhir, diskusi. Aku selesai menulis semua draft sepertinya di bulan Oktober, disambil dengan merapikan revisi-revisi dari supervisor. Dua bulan terakhir di 2019 dihabiskan merapikan dan menggarap revisi dari supervisor. Thesis pun akhirnya disubmit tanggal 19 Desember 2019.
Tiga tahun 5 bulan, bukan masa yang singkat, tapi pas submit pun, terasa masih terburu-buru. Mungkin itulah efek prokastinasi, haha. Tapi ga kok, mengerjakan thesis PhD sepertinya tidak bisa (atau akan stresful sekali) jika prokastinasi. Di 6 bulan terakhir itu, aku menulis dengan jadwal yang tersusun rapi, walau dalam kepala saja, dan memberikan buffer waktu untuk mengantisipasi keterlambatan. Aku sepertinya intens menulis sejak bulan Juli. Saat itu, aku sudah punya 3 bab, yang agak-agak jadi, bab 2, 3, dan 4. Jadi tinggal menulis bab 5, 6, 1, dan kemudian 7. Aku mengalokasikan 1 bulan untuk masing-masing bab. Jadi Juli: bab 6, agustus: bab 5, september: bab 1, oktober: bab 7. November dan desember untuk revisi dan menggabungkan semuanya. Bab 5 dan 6 sepertinya agak-agak molor, karena masih banyak menganilisis dan merapikan data. Tapi untung bab 7 kan lumayan pendek. Barusan cek email, aku kirim bab 6 ke Martin awal September, dan bab 5 di awal Oktober. Jadi molor sekitar 1 bulanan.
Aku juga sangat tertolong oleh Martin yang sangat mendedikasikan waktu untuk membaca dan merevisi thesis, walaupun bab 1 agak-agak lama, dan baru kuterima di awal Desember kalau ga salah. Dan Bab 7 baru aku kirimkan untuk pertama kalinya saat sudah dalam bentuk digabungkan ke keseluruhan thesis. Revisi terakhir baru kudapat kira-kira 1 minggu sebelum tenggat waktu submit di pertengah desember. Desember memang bulan yang pendek, dan kalau ga salah, batas submit adalah 20 Desember. Tapi jika belum selesai, masih memungkinkan untuk submit di hari pertama masuk di bulan Januari. Jadi kemarin, walau mepet, masih ada sedikit rongga untuk bernafas, karena walaupun tidak selesai di bulan Desember itu, masih ada waktu selama liburan natal tahun baru untuk merapikan semua. Tapi waktu itu, rasanya sudah ingin submit secepatnya dan berliburan dengan tenang :).
Jadi begitulah, setelah hari-hari menulis bagai robot, bergadang berhari-hari, mengendam di library, akhirnya thesis tersubmit di tanggal 19 Desember 2019. Sengaja memilih tanggal 19, dan bukan 20. Pertama, agar ada jeda waktu jika ada apa-apa, dan kedua, karena tanggal 19 itu cukup spesial buatku. Tanggal ulang tahun aku dan Eka, tanggal aku pertama kali kerja, tanggal aku pertama kali ketemu Eka juga :).
01 agustus 2016 – 19 desember 2019.
3 tahun 5 bulan.