Uncategorized

What a girl needs (my opinion)

Pulang kerja kemarin, akhirnya mencoba es kelapa alpukat untuk pertama kalinya, dan ternyata…enak banget lo. Selama ini menyangka pasti rasanya aneh, kelapa dicampur dengan alpukat, tapi ternyata nyam nyam. Padahal kemarin beli itu hanya karena es kelapa nangka-nya sedang kosong.

Eniwei, topik post kali ini tentu saja bukan tentang es kelapa alpukat. Di commuterline dalam perjalanan pulang kemarin, aku ber-WA dengan salah satu teman karibku di kantor, dan entah bagaimana, obrolan bergulir sampai rencana masa depan kami (halah). Mba, teman kantorku itu bercerita kalau dia sedang menabung dan ingin berhenti kerja dan mulai merintis usaha nanti jika tabungannya sudah cukup.

Dalam beberapa minggu ini, banyak sekali cerita serupa kudengar dari teman-teman kantor, terutama ibu-ibu yang telah memiliki anak, termasuk juga diriku sendiri. Aku juga berulang kali berpikir, hal lain apa yang bisa kulakukan agar tidak usaha ngantor 9-5, agar bisa lebih banyak waktu dengan anak-anak, tapi juga tidak kehilangan penghasilan. Aku masih ingin bisa membiayai kuliah anak-anak nantinya…

dan dari obrolan dengan beberapa teman, kami sempat sampai pada kesimpulan bahwa anak perempuan sebaiknya dibekali dari awal dengan berbagai skill, seperti menari, memasak, membuat kue, menjahit, piano, balet, atau apapun itu, di luar pendidikan formal, agar ketika mereka sampai pada fase yang kami lalui sekarang ini, ada banyak pilihan yang bisa dilakukan selain ngantor resmi, haha..

Zaman aku sendiri kecil, tentu saja tidak pernah terpikir hal-hal ini, dan orang tuaku juga pasti tidak. wong dulu hidup susah, bisa sekolah sampai lulus kuliah saja, sudah bersyukur luar biasa, hal yang kalau dipikir-pikir sekarang, hampir menyerupai mujizat. Aku pun bersyukur banget orang tuaku dulu selalu berprinsip bahwa pendidikan adalah yang utama, mau sesusah apapun, anak-anak diusahakan kuliah, dan dileskan bahasa inggris dari kecil. Untuk les-les yang lain, selain tidak terpikir, memang juga tidak terjangkau.

jadi sampai udah tua kayak gini, sekarang kepikiran lagi, ingin ikut kursus lagi, apa saja, yang kira-kira sesuai dengan bakat dan minat, jadi bisa memulai usaha lain selain kerja kantoran. kemarin-kemarin kepikiran pengen kursus webmaster, tapi kata misua, bisa belajar sendiri saja kalau itu. teman-temanku ada yang mau kursus jahit, tapi aku ga yakin juga bakal punya ketelatenan bikin baju. yah, masih dalam tahap menggalau, tapi moga-moga dalam waktu dekat bisa menentukan pilihan, haha..kayak mau nikah aja.

pilihan lain tentu bisa ikut MLM, atau jadi agen asuransi, namun hingga saat ini, rasanya kok belum ada panggilan hati. Entah kalau besok-besok.

Uncategorized

Australia

Mumpung masih segar dalam ingatan…pengen nulis sesuatu tentang travelling kali ini. Being in australia for the first time is absolutely exciting, but cannot compare the awful feeling of leaving the kids at home. Dani terus mencoba tidak terlalu kepikiran, karna katanya nanti mereka ikut kepikiran juga (entah bener ga teori ini….#$@£*). Anyway..memikirkan rumah hanya bikin makin awful karna tidak ada yang bisa dilakukan. 
First impression about australia:
Mereka punya kamar mandi khusus untuk ibu membawa bayi. Jadi di kamar mandinya ada tempat buat naruh bayinya..so cool. Mereka mendukung ibu mandiri. Dan ini ga cuma di airport, tapi juga di convention centre…kamar mandi ini jadi sarang buat aku meres asi…
Orang2nya? Biasa aja si..ada yang ramah,ada juga yang tampk dingin. 
Lingkungan? Jelas bersih…bersih banget malah. Perbandingan land dengan manusianya juga tampaknya gede banget. Jalan2 cenderung lengang. Terasa lapang dan tenang. Dan langitnya tampak bersih…bintang2 bertaburan..aku jatuh cinta dengan langitnya…
Tidak konsumtif. Sulit sekali menemukan tempat belanja (atau entah kalau kami yang dodol dan tidak menemukannya waktu di Melbourne). Tapi dari kemarin yang terlihat adalah museum, gedung pertjnjukan, iklan pertunjukan macbeth, swan lake. Sungguh masyarakat yang kultural.
Gaya hidup sehat. Di semua gerai penjual makanan, selain gambar makanan, dan harga,selalu tertera jumlah kalorinya dalam kj. 
Dan cukup jarang menemukan orang obese di sini. 
Salah satu yang berkesan juga adalah saat salah turun bus dalam perjalanan ke Koala Sanctuary di Lone Pine, Brisbane. me and my colleague stucked in the middle of nowhere…with astonishing view. Tampaknya seperti daerah pegunungan di puncak begitu, namun jauh lebih sepi dan tampak damai. Di kiri kanan, terdapat rumah-rumah dengan halaman luas dan mungkin hutan di baliknya..#ingin deh punya satu di situ, must be a nice place to stay. ongkos naik bus dari pusat kota brisbane juga hanya 7 AUD, cukup murah, karena ongkos naik bus di dalam kota, yang hanya selang 2 bus stop, biayanya 5 AUD something. 
Tapi kesan baik tentang Aussie sedikit tercoreng juga di hari-hari terakhir. Misalnya saat sarapan di cafe depan apartment, kasirnya lupa (atau pura-pura lupa) memberikan uang kembalian. Dan saat sudah setengah jalan ke convention centre dan kembali untuk memintanya, doi sepertinya sama sekali tidak ingat (atau pura-pura tidak ingat). Lalu sempat juga memberikan kembalian yang kurang. Dan di hari terakhir, pagi-pagi saat menunggu taksi ke bandara, dua orang lelaki melintas depan apartment, jelas abis mabuk-mabukan semalaman, jalannya masih tidak lurus, dan tercium bau alkohol. 
But you cannot expect something like perfect country or city I think.
overall, I understand why a lot of the rich from Indonesia move or have house in Australia. Walaupun dalam perjalanan ini kemarin, ada juga orang yang tidak betah karena terlalu sepi katanya. Jadi orang ini tinggal sendiri di jakarta, sementara anak istrinya tinggal di Melbourne. yah..everyone has their own choice.
Uncategorized

Norwegian Wood



Norwegian Wood adalah salah satu novel tua yang memberikan kesan memdalam kepadaku, bukan termasuk salah satu novel-novel yang bisa kubaca ulang lagi, tanpa aku ingat sama sekali ceritanya. 

Dan tak tahu mengapa, tapi hatiku pilu setelah membaca Norwegian wood, novel yang indah tapi juga sekaligus menyedihkan. Membaca tentang Hatsumi-san membuatku sangat sedih. Mengapa dia bisa mencintai orang seperti itu, mengapa dia memilih hidup seperti itu. Dan Nagasawa-san, mengapa dia juga memilih hidup seperti itu. Dan dua orang yang memilih jalan hidup yang begitu berbeda, mengapa pernah mencoba berjalan bersama?
Sedih sekali rasanya. Hatsumi-san yang begitu baik, cantik, tidak mengharapkan apa-apa kecuali Nagasawa-san, tidak punya impian-impian jauh dalam hidupnya, hanya ingin menjalani hidup, jatuh cinta, mencintai, punya anak, dan hidup normal. Dan Nagasawa-san yang menginginkan begitu banyak hal, yang terus menempa diri, yang begitu egois, yang tidak pernah berpikir untuk mencintai siapapun, yang tidak pernah membutuhkan siapapun, mengapa Hatsumi-san harus jatuh cinta kepadanya? jatuh cinta kepada manusia yang tidak merasa membutuhkan siapapun dalam hidup. Alangkah melelahkan.

Dan itu semua membuatku teringat pada diriku sendiri, tentang kehidupan yang kujalani. Siapakah aku?
Apa yang aku cari?
Aku tidak tahu.
Tapi aku sungguh merasa bersyukur atas apa yang kumiliki. “Dia” yang selalu ada buat aku, ‘dia’ yang sama sekali tidak sama dengan Nagasawa-san, ‘dia’ yang masih ada sampai hari ini buatku. terimakasihku yang terdalam untukmu. Tidur nyenyak malam ini…^^